Beli Sepatu Rp40 Ribu, Andik dan Ibunya Harus Jalan Kaki
SURABAYA - Hidup serba kekurangan selalu menyelimuti
masa kecil Andik Vermansyah, pemain Tim Nasional (Timnas) Indonesia.
Untuk membeli jajan sehari-hari, Andik harus berjualan koran, gorengan
bahkan tak jarang juga mengamen. Namun demikian, kakaknya Agus Dwi
Cahyono yang memberikan motivasi agar sang adik tetap menggeluti sepak
bola yang memang hobbynya sejak kecil.
Orang tuanya Jaman dan Jumiyah sudah tidak bisa memberikan biaya untuk
keperluan sepak bola. Tak jarang pula ketika masih bersekolah di SDN
Rangkah VI, Surabaya Andik juga nyambi bekerja untuk biaya sekolahnya.
Suatu ketika Andik yang memang menggemari sepak bola ingin membeli
sepatu. Saat itu, kakaknya meminta Andik untuk keluar dari SSB Dwikora
dan pindah ke klub Kedawung Setia Indonesia (KSI). Saat itu Andik masih
berusia 9 Tahun. Di tempat ini, bakat Andik Vermansyah sudah mulai
terlihat.
Berbagai turnamen selalu diikuti dan selalu mengisi sebagai pemain
utama. Suatu ketika KSI akan mengikuti Liga Campina di Madura. Untuk
liga tersebut Andik minta orang tuanya sepasang sepatu bola. Karena
sepatu yang dia pakai saat itu sudah jebol dan setiap kali bermain
terpaksa harus diikat agar tidak menganga.
"Dia minta dibelikan sepatu bola dengan uang hasil ngamen dan berjualan
kue yang dikantonginya. Saat itu harga sepatunya Rp40 ribu. Ibu memang
punya sedikit tabungan makanya Andik diajak beli sepatu ke pasar
Praban," kata Agus Dwi Cahyono, kakak Andik ketika berbincang dengan
Okezone di rumahnya Jalan Kalijudan Taruna III nomer 90, Surabaya.
Keduanya dengan berbekal uang itulah, ibu dan anak ini berangkat ke
pasar tersebut. Setibanya di pasar itu, Andik langsung memilih sepatu
merek specs. Saat itu harganya Rp40 ribu. Harga tersebut sudah tidak
bisa ditawar-tawar lagi.
Terpaksa, sepatu tersebut dibeli oleh Jumiyah untuk anaknya itu. Setelah
membeli sepatu, keduanya pun mencari warung untuk makan. Maklum saja,
sejak berangkat dari kontrakkannya di Jalan Bogen belum sarapan sejak
pagi.
Rupanya, Jumiyah lupa jika sisa uang untuk beli sepatu bola ini tidak
cukup banyak. Terlanjur dibuat membeli makanan di Pasar Praban,
keduanya pun tidak punya uang lagi untuk naik angkutan, ke rumah.
"Waktu itu karena tidak ada ongkos untuk pulang Andik dan Ibu terpaksa
harus jalan kaki kembali ke kontrakan. Jaraknya ya sekira 10 Kilometer,"
terangnya.
Memiliki sepatu bola baru ini, membuat hati Andik kegirangan. Bahkan,
sepatu yang dibeli bersama ibunya ini dipakai meski sedang tidur.
"Mungkin saking senangnya punya sepatu baru. Di dalam rumah dipakai
hingga tidur pun dipakai sambil menggendong Bola," tambah Agus.
Rupanya sepatu yang dibelinya dengan susah payah inilah membuat karier
lajang kelahiran 23 November 1991 terus melejit. Meski saat liga Campina
KSI tidak memperoleh juara namun permainan Andik Vermansyah cukup
memukau.
Saat itu, karena KSI tidak juara Andi Vermansyah sempat mogok tidak mau
meninggalkan lapangan hijau. Mulai dari Seragam, Sepatu nya saat
pertandingan dilepas. Ia pun menangis di tengah lapangan. Mulai dari Ibu
hingga sejumlah penonton yang hadir membujuk agar Andik mau pulang.
Berkat dari pemainan cantik di Liga Campina itulah, bintang Andik terus
bersinar. Ketika bersekolah di SMA Sejahtera, Surabaya, Andik mendapat
bea siswa. Jumiyah, sang ibu mengakui memang dalam hal akademis putra
bungsunya itu tergolong biasa-biasa saja. Andik tidak memiliki prestasi
yang menonjol dalam hal pendidikan.
"SD, SMP dan SMA-nya biasa-biasa tidak ada yang menonjol. Hanya saja,
hobinya sepak bola itu memang sejak kecil," ungkap Jumiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar