MSBI: Indonesia Layak Disanksi FIFA
Ketua Masyarakat Sepak Bola Indonesia Sarman Hakim menilai PSSI gagal memaksimalkan potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah untuk menggapai prestasi.
Seperti yang diketahui, konflik sepakbola nasional sudah sangat berlangsung lama, sejak dimulainya Liga Primer Indonesia [LPI] yang berdiri di luar kewenangan PSSI saat itu. Oleh karena itu, sanksi FIFA dapat dijadikan momentum untuk mengoreksi diri.
"Sepak bola Indonesia sangat pantas untuk dihukum FIFA seiring semakin semrawutnya sepakbola nasional sejak Djohar Arifin menduduki kursi kepemimpinan PSSI 9 Juli 2011. Sanksi FIFA bukanlah sebuah kiamat bagi persepakbolaan Indonesia," kata Ketua MSBI Sarman Hakim dalam diskusi "Saatnya Indonesia dihukum FIFA" di Senayan, Jakarta, kemarin [12/12].
"Indonesia belum mampu menunjukkan kepemimpinan dan pengelolaan sepak bola yang dapat dibanggakan. Justru kali ini masuk dalam agenda penyelesaian dualisme persepakbolaan yang semakin berlarut-larut."
"Seharusnya sepak bola menjadi alat pemersatu strategis dan memberi efek positif bagi perkembangan suatu negara. Bahkan kedudukannya bisa melebihi peran politik dan ekonomi dalam membawa semangat pertumbuhan bangsa dan rakyatnya."
Sarman juga menilai PSSI kali ini sangat gagal dalam memanfaatkan bakat-bakat sepakbola dalam diri pemain Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari merosotnya posisi Indonesia di rangking FIFA. Padahal Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang sangat besar dengan jumlah lebih dari 200 juta penduduk.
"Bila membandingkan peringkat antara Indonesia dengan Spanyol memang tidak logis. Tapi perlu diingat bahwa jumlah pemain sepak bola kita yang tercatat di FIFA sebanyak 69.960 orang atau terbesar kedua setelah Sang Juara Dunia," ujarnya.
"PSSI tidak menciptakan suatu strategi pembinaan sepak bola yang secara konsisten merangsang prestasi puncak dan berkelanjutan. Contohnya adalah kegagalan meneruskan keberlanjutan kompetisi sepak bola wanita dan pembinaan calon pebola muda berbakat."
"Sepak bola Indonesia sangat pantas untuk dihukum FIFA seiring semakin semrawutnya sepakbola nasional sejak Djohar Arifin menduduki kursi kepemimpinan PSSI 9 Juli 2011. Sanksi FIFA bukanlah sebuah kiamat bagi persepakbolaan Indonesia," kata Ketua MSBI Sarman Hakim dalam diskusi "Saatnya Indonesia dihukum FIFA" di Senayan, Jakarta, kemarin [12/12].
"Indonesia belum mampu menunjukkan kepemimpinan dan pengelolaan sepak bola yang dapat dibanggakan. Justru kali ini masuk dalam agenda penyelesaian dualisme persepakbolaan yang semakin berlarut-larut."
"Seharusnya sepak bola menjadi alat pemersatu strategis dan memberi efek positif bagi perkembangan suatu negara. Bahkan kedudukannya bisa melebihi peran politik dan ekonomi dalam membawa semangat pertumbuhan bangsa dan rakyatnya."
Sarman juga menilai PSSI kali ini sangat gagal dalam memanfaatkan bakat-bakat sepakbola dalam diri pemain Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari merosotnya posisi Indonesia di rangking FIFA. Padahal Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang sangat besar dengan jumlah lebih dari 200 juta penduduk.
"Bila membandingkan peringkat antara Indonesia dengan Spanyol memang tidak logis. Tapi perlu diingat bahwa jumlah pemain sepak bola kita yang tercatat di FIFA sebanyak 69.960 orang atau terbesar kedua setelah Sang Juara Dunia," ujarnya.
"PSSI tidak menciptakan suatu strategi pembinaan sepak bola yang secara konsisten merangsang prestasi puncak dan berkelanjutan. Contohnya adalah kegagalan meneruskan keberlanjutan kompetisi sepak bola wanita dan pembinaan calon pebola muda berbakat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar